Ibu pada Jendela Kamarku

22 Desember 2012 pukul 14:44 


Pagi tadi aku tak bangun sepagi hari-hari biasanya, karena hari ini adalah hari awal liburnya aku dari pekerjaan. Pukul sepuluh aku baru membuka mataku, hanya membuka mataku belum bangkit dari tempat pembaringan sementara sederhanaku. Membuka mata, melihat sekeliling kamar dan melihat semua instrumen-instrumen pribadi yang selalu terlihat berantakan adalah hal biasa, tidak ada yang istimewa. Dalam keadaan memeluk guling aku masih meletakan badanku di sana, di kasurku. Matahari yang selalu ramah memberi senyum dari jendela timur kamarku membuatku menatap erat jendela kamarku yang sudah terbuka. Matahari itu akan segera menghilang dari tatapanku karena ia harus terus mematuhi perintah Tuhan sebelum pekerjaan terakhirnya.


22 Desember 2012, ternyata hari ini bukanlah hari berakhirnya peradaban bumi dan manusia untuk menuju peradaban baru. Hari ini, tanggal ini masih seperti hari-hari sebelumnya. Setelah beberapa kegagalan ramalan tentang kiamat, kini, Tuhan kembali menunjukan kuasa-Nya tentang kiamat. Hari ini aku tidak akan memperbincangkan kiamat karena hal itu pasti akan terjadi meskipun tidak diperbincangkan dan entah kapan.

Hari yang sama seperti hari kemarin ini adalah hari dimana aku terpaku pada dua buah jendela di kamarku. Dua buah jendela itu sudah puhan tahun berada di sana. Kadang-kadang aku yang membuka dan menutupnya dan kadang orang-orang yang ada di rumahku yang membuka atau menutupnya. Entah apa yang membuat aku tertegun terus memandang jendela itu. Matahari yang menyapa juga lebih sendu dari hari-hari sebelumnya. Aku merasakan belai mesra dan peluk hangatnya sinar mentari dari jendelaku hingga pada akhirnya aku bangun dari tempat tidurku dengan kesemangatan.

Setelah terbangun dan kulihat laptop masih menyala, tanpa pikir panjang aku klik tombol play pada alat pemutar musik tanpa melihat daftar lagu.

ribuan kilo jalan yang kau tempuh
lewati rintang demi aku, anakmu
ibuku sayang masih terus berjalan
walau tapak kaki penuh darah penuh nanah

seperti udara kasih yang engkau berikan
tak mampu kumembalas, ibu
ibu

ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
lalu doadoa baluri sekujur tubuhku
dengan apa membalas, ibu... ibu

........................................................

(Iwan Fals - Ibu)

Selamat Hari Ibu, Ummi. Kaulah yang telah membuka jendela itu. Jendela menuju ke semua arah. Senyummu senyum Sang Mentari. Hangat belai cahaya matahari ialah belaimu.

seseorang yang tak pernah membenciku
mencinta tanpa batas
memberikan apa yang ku inginkan
selalu

perhatian dan kasih sayangnya
keikhlasan dan kesabarannya
untukku

kesedihan dan kemuramannnya
kekecewaan dan kesusuahannya
disembunyikan dengan senyum
untukku

terima kasih, Ibu

0 komentar:

Posting Komentar