Cerita Saja

Tajurhalang, 2 Februari 2014


Seteah selesai sholat Dzuhur, saya tak sabar rasanya ingin membuat beberapa catatan evaluasi tentang Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan pada hari ini. Ada beberapa pesan yang saya dapat dari hasil pengamatan saya, dan akan saya sampaikan kepada teman yang berada di Dusun 1 desa Tajurhalang. Jadi, saya harapkan teman-teman semua menyempatkan diri untuk membaca dan memahami catatan ini.

1 Februari kemarin sepulang saya dari pekerjaan, saya sempatkan untuk mampir dan melihat persiapan maulid di Masjid Jami al-Hidayah. Lalu, apa yang saya dapatkan;

  1. Hanya ada beberapa orang tua yang mempersiapkan acara tersebut. Itu pun dengan perasaan sedikit dicampuri emosi. Sebagian anak-anak yang berada di sana.
  2. Dekorasi?.... tidak ada dekorasi sama sekali!
  3. Sound sistem?... cuma beberapa buah speaker.
  4. Panggung sangat... sangat... sangat sederhana!
  5. Pelangpang?... cuma cukup untuk 50 orang kurang lebih.
  6. Anak muda?.... tidak tahu pada kemana!
Saya datang ke lokasi acara itu karena saya memang diminta bendahara kepanitiaan untuk menjadi salah satu bagian di dalamnya. Nah, untuk memastikan susunan acara yang akan diselenggarakan keesokan-harinya, maka, saya mencoba mencari informasi. Saya berpikir dan berharap mungkin malam nanti ada beberapa anak muda yang mau membantu dekorasi atau apa sajalah. Namun, Pada malam hari sepulang dari undangan pernikahan salah satu saudara saya, saya kembali ke lokasi. Apa yang saya dapatkan?...
  1. Dekorasi cuma ada baner tentang tema perayaan maulid tersebut.
  2. Sound sistem?.... alhamdulillah ada tambahan satu set atas inisiatif salah satu panitia.
  3. Masih sama, cuma beberapa orang tua kita yang aktif di sana. Anak muda?.... tidak tahu berada dimana!
Itu adalah beberapa permasalahan yang saya temukan dalam persiapannya. Sepulang dari lokasi sekitar pukul 10 malam. Ada beberapa hal yang saya pikirkan dari temuan-temuan tersebut.
  1. Susunan kepanitiaan yang tidak terstruktur dengan baik.
  2. Komunikasi antar-panitia yang kurang koordinatif.
  3. Komunikasi kepada pemuda yang juga terjadi miskomunikasi.
  4. Atau memang ketidakpedulian para pemuda padahal begitu banyak di lingkungan Dusun 1 desa Tajurhalang.
Pagi harinya saya persiapan untuk menjadi pembawa acara, karena saya sendiri tidak menemukan pemuda/i yang mau menjadi MC. Setelah itu, saya menuju masjid untuk melihat dan persiapan acara. Hal yang paling pertama saya lihat adalah tata panggung/dekorasi. Pagi itu saya sedikit lega, karena sudah ada beberapa tanaman hias sehingga tidak nampak begitu camplang. Toh biar bagaimanapun acara ini harus tetap berjalan dengan segala kekurangannya.

Acarapun dimulai dengan susunan acara yang saya dapatkan pada malam sebelum acara. Susunan acara sebagai berikut;
  1. Ratib (pembacaan rawi)
  2. Pembukaan
  3. Pembacaan ayat suci al-Qur'an
  4. Sambutan-sambutan
  5. Tausiyah diniyah + penutup do'a
Acara Ratib hingga Sambutan-sambutan berjalan dengan cukup baik. Maka, tibalah pada acara inti dari maulid itu, yaitu Tausiyah Diniyah yang disampaikan oleh H. Joni Iskandar. Ada beberapa keganjilan pada tausiyah itu. Tausiyahnya diisi dengan nyanyian (dangdutan tepatnya). Peristiwa itu apakah saya harus menyalahkan Pak Joni?... tentu tidak, Pak Joni kan memang penyanyi dangdut. Lalu apa masalahnya?... setelah saya keluar dari masjid usai Dzuhur ada beberapa dialog.

Dialog pertama dengan Bendahara penyelenggara (ia adalah yang menghubungi Pak Joni sebagi penceramah)

Bendahara penyelenggara: " Kenapa tadi pas nyanyi gak dicabut aja handponenya?"
Saya: "Lah, emang terjadi kesalahan dimana?"
Bendahara penyelenggara: "Itu kan maulid, masa ada nyanyian gitu!"
Saya: "Kan yang merekomendasikan Pak Joni, Abang. Dan, Pak Joni emang latar belakangnya penyanyi juga"

Setelah itu saya langsung bergegas mengenakan sandal untuk pulang.

Dialog kedua dengan tamu yang hadir
Tamu: "Gimana sih, masa ada nyanyian itu tadi" sambil tersenyum.
Saya: "Emang udah dasarnya, Mas, dia itu penyanyi" jawab saya sambil membalas senyumnya.
Permasalahan intinya dimana dari dialog tersebut?.... Masalah bernyanyi?... Saya kira Pak Joni tidak salah, toh dia memang memiliki latar belakang yang kental dengan musik dangdut. Selain itu, ada dialog sebelum ia bernyanyi, "Saya ini bukan penceramah, saya ini kan dikenal sebagai penyanyi. Jadi, kalau saya bernyanyi boleh?" jawaban yang hadir pun mengiyakan hal itu. Mencoloknya masalah "menyanyi" itu karena Pak Joni menggunakan iringan musik dari handpone, sehingga memudarkan ke"sakral"an maulidnya. Itu saja. Lagipula yang mengajak dan meminta pak Joni kan bukan saya tetapi bendahara acara itu sendiri (yang mendebat saya). Saya serahkan kepada yang hadir saja masalah bernyanyi dangdut di maulid. Biar mereka yang menilai. Bagi yang menyimak saya pikir pasti bisa mengambil hikmah dari acara itu, karena toh gak ada yang sempurna!

0 komentar:

Posting Komentar